Rabu, 29 Agustus 2012

MALUKAH KITA MEMPEROLEHNYA

Dengan gundah, seorang wanita menghadap kepada Imam Hambali, minta fatwa dari beliau. "Wahai Imam Hambali, dengarkanlah kisahku ini. Semoga dirimu dan diriku mendapat keampunan Allah,"

Kemudian dia terdiam. "Sesungguhnya saya ini perempuan yang miskin. Saya tidak mempunyai apa-apa kecuali tiga orang anak yang masih kecil. Hidup saya sungguh melarat, hingga kami tidak mempunyai lampu untuk menerangi rumah," sambungnya.

"Untuk membiayai hidup kami anak beranak, saya bekerja sebagai pemintal benang. Saya akan memintal pada waktu malam dan akan menjualnya pada siang hari,"sambungnya lagi.

"Di manakah suamimu, Bu?" tanya Imam Hanbali. "Ia ada di antara mereka yang menentang Khalifah Al-Mutasim yang zalim itu. Dia gugur syahid dalam satu pertempuran dengan pasukan tentara yang hendak menangkap mereka. Sejak itu, hidup kami melarat," jawab wanita itu.

"Teruskan ceritamu," pinta Imam Hambali. "Karena rumah kami tidak ada lampu, maka saya terpaksa menunggu sampai bulan purnama, barulah saya dapat memintal benang," kata wanita itu.

Kemudian dia menyambung ceritanya. "Pada suatu malam, ada kafilah dagang dari Syam datang lalu singgah bermalam, dekat dengan gubuk kami. Mereka membawa lampu yang banyak sehingga cahayanya sampai menerangi rumahku. Saya mengambil kesempatan untuk bekerja memintal benang di bawah cahaya lampu mereka".
"Sekarang, pertanyaan saya adalah, apakah uang hasil jualan benang yang saya pintal di bawah cahaya lampu milik kafilah itu, halal untuk saya gunakan?"

Imam Hambali kagum, tercekat mendengar cerita wanita itu. Lalu dia bertanya," Siapakah engkau wahai wanita muda yang sangat berpikir tentang hukum agama di saat umat Islam lalai dan kikir terhadap harta mereka?"

Pelan, wanita itu berkata, Saya adalah adik perempuan Basyar Al-Hafidz yang meninggal dunia," jawab wanita itu dengan kerendahan hatinya. Mendengar jawaban itu, Imam Hambali menangis tergugu. Janggutnya basah oleh air mata.

Imam Hambali sangat mengenali Basyar Al-Hafidz, seorang gubernur yang beriman dan beramal soleh. Setelah tangisannya reda, maka Imam Hambali pun berkata, " Sesungguhnya saya sangat takut pada azab Allah. Karena itu, berilah saya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu itu. Silahkan kembali ke rumahmu, dan besok datang ke sini lagi, Bu.

Imam Hambali memang tidak mau terburu-buru memberikan jawaban, apalagi soal haram dan halalnya sesuatu.

Pada malam itu, beliau berdoa, bermunajat serta memohon petunjuk pada Allah SWT.

Keesokan harinya, wanita muda itu datang lagi untuk mendengar jawaban dari Imam Hambali.

"Wahai wanita yang solehah. Sesungguhnya kain penutup muka yang engkau pakai itu lebih mulia dari pada sorban yang aku pakai. Kami ini tidak layak untuk disamakan dengan orang tua yang telah mendahului kita. Sesungguhnya kamu seorang perempuan yang berhati luhur, bertakwa dan penuh rasa takut kepada Allah," masygul Imam Hambali berkata, hampir menangis.

"Wahai tuan Imam Hambali. Bagaimana dengan pertanyaan saya semalam?" desak perempuan muda itu.

"Berkenaan pertanyaanmu, sekiranya engkau tidak mendapat izin dari rombongan kafilah dagang itu, maka tidak halal bagimu menggunakan uang dari hasil jualan benang itu," jawab Imam Hambali.

Wanita itu kini sangat sedih, karena sampai hari itu belum mendapat ijin dari rombongan kafilah dagang itu. Dia ingin dan sanggup menemui mereka seorang demi seorang dari rombongan tersebut agar mendapat ijin, hingga dia dapat menggunakan uang yang kini berada di genggamannya.

Malang, rombongan itu telah pergi menjauh, berpencar. Usahanya tampaknya sia-sia. Berita tentang wanita solehah itu akhirnya sampai ke pengetahuan Khalifah Al-Mutawakkil. Beliau sungguh kagum dengan wanita tersebut lalu memberinya uang sebanyak 10 ribu dinar.

Wanita muda itu kembali menemui Imam Hambali sekali lagi lalu bertanya tentang uang hadiah khalifah. " Adakah uang itu halal bagi kami?"

“Khalifah juga pernah memberikan saya uang sebanyak itu. Tetapi saya sedekahkan kepada fakir miskin yang saya temui di jalan," jawab Imam Hambali.

Wanita itu pun mengikuti jejak Imam hambali. Dia memberikan uang tersebut kepada fakir miskin...

Inilah sebuah Kisah nyata yang selalu membuat kita tercekat... Sangat.... Sangat malu hati.

Apalagi jika dengan mudahnya kita sering sekalitiada perduli memperlakukan hal2 itu sebagai "BIAYA", seolah itu memang jadi hak kita yang sepertinya "HALAL" sebagai auditor, anggota militer, PNS, pejabat negara, anggota DPR, direktur, pegawai swasta, guru, staf, lawyer, notaris, pengusaha, dll...

MALUUUUUUUU........

Semoga mengilhami bagi kita yang membacanya....

HADITS NABI TENTANG HARTA HARAM:
Rasulullah SAW bersabda: "Akan datang suatu masa, orang-orang tidak perduli dari mana harta dihasilkannya, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram". (HR.Bukhari)

DOA MEMILIH JODOH

Ya Allah...
Sekiranya telah Engkau ciptakan 'dia' untuk diriku... 
Maka Satukanlah hatinya dengan hatiku, 
Titipkanlah kebahagian di antara kami agar kemesraan itu 'abadi'..
Ya Allah, Yang Maha Mengasihi...
Seiring waktu beranjak tiada henti...
Bimbinglah kami mengarungi kehidupan menuju Kebahagiaan ..

Akan tetapi, sekiranya telah Engkau takdirkan 'ia' bukan miliku..
Bawalah ia jauh dari pandanganku, pikiranku dan relung hatiku..
Hilangkanlah kerinduan yang menyayat-nyayat perasanku...
Hapuskan 'ia' dari pikiranku & peliharakanlah aku dari keputusasaan...

Berikanlah aku kekuatan Untuk menepis bayangannya...
Agarku dapat tersenyum walaupun 'ia' tidak bersamaku...
Mohon gantikanlah yang telah tiada, tumbuhkanlah kembali yang telah patah..
sekalipun tidak sama seperti dirinya , tetapi..seorang yang tulus dalam mencintaku..

Kupasrahkan segala jiwa dan raga ini hanya untukMu
Kutahu Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan
Adalah yang terbaik dalam hidup dan matiku..
Engkau Maha Mengetahui Segala yang terbaik bagiku

Ya Allah…Yang Maha Mendengar...
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemelihara jalan hidupku
Kumohon, 'dengarkanlah' ungkapan dari setiap untaian Doa-Doaku...






PESAN IBU

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue om, masih hangat dan enak rasanya", "Nggak dik, saya lapar mau makan nasi saja." kata si pemuda menolak. Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.

Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "tidak dik, saya sudah kenyang." Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa buat oleh-oleh pulang om." Dompet yang belum sempat dimasukan ke kantong pun dibukanya kembali, dikeluarkan 2 lembar ribuan dan mengangsurkan ke anak penjual kue "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu dan bergegas dia ke luar restoran memberikannya kepada pengemis di depan restoran. Merasa heran dan sedikit tersinggung si pemuda menegurnya, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang, kenapa setelah uang ada di tanganmu malah kamu berikan ke orang lain?"

"Om jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh Ibu saya sendiri dan Ibu pasti akan sedih dan marah, jika saya menerima uang dari om bukan hasil menjual kue. Tadi om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu." Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih dik atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu." Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih om. Ibu pasti akan senang sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Pembaca yang budiman,

Dari hasil didikan seorang ibu yang luar biasa, lahirlah anak yang hebat! Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain tetapi dengan bekerja keras, membanting tulang. Karena sesungguhnya, KERJA ADALAH KEHORMATAN bagi setiap manusia!

Kuberikan Semuanya

Suatu ketika ada seorang pengusaha susu hendak membeli seekor sapi dari peternak. Lalu pengusaha ini setelah melihat-lihat bentuk dan perawakan sapi yang ada tertarik dengan salah seekor sapi betina yang dirasanya cukup baik. Lalu ia menanyakan mengenai tingkat kesuburan sapi betina ini. Peternak tua itu menjawab tidak tahu karena ia tidak pernah mengetahui cara mengukur kesuburan sapi itu. Lalu pengusaha ini melanjutkan pertanyaannya mengenai kandungan lemak dalam susu yang dihasilkan. Lagi-lagi peternak ini tidak bisa menjawabnya.

Akhirnya pengusaha ini menanyakan jumlah susu yang dihasilkan sapi ini dalam satu tahun, dan lagi-lagi peternak tua ini tidak dapat menjawabnya. "Saya tidak penah menghitung jumlah susu yang dihasilkan sapi betina ini, yang saya tahu sapi betina ini sangat jujur, ia memberikan semua susu yang dihasilkannya dan tidak pernah ia mencurangiku dan menyimpannya sendiri." Terkesan oleh jawaban peternak, sapi betina itu pun jadi dibeli oleh pengusaha ini.

Kita mungkin tertawa oleh jawaban si peternak di atas, tapi seringkali kehidupan kita dinilai oleh Tuhan seperti yang peternak itu lakukan. Sudahkah kita memberikan maksimal dari apa yang kita miliki (potensi)? Seringkali dalam pekerjaan kita, sikap bekerja se-enaknya dan asal-asalan kita lakukan. Kita masih menyimpan untuk keuntungan diri sendiri. Tidak seperti sapi betina tadi, ia memberikan semuanya dan tidak mencurangi pemiliknya.

KISAH NABI NUH

"Dan sesungguhnyna Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu palajaran bagi semua umat manusia." (QS Al-Ankabut [29]: 14-15)

Penyesatan akidah dan kekufuran yang dilakukan umat Nabi Nuh As, mendatangkan azab dari Allah SWT berupa banjir besar yang menenggelamkan sebagian permukaan bumi, sebuah peristiwa dahsyat yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia.

Nabi Nuh as diutus oleh Allah SWT di daerah Selatan Irak. Dakwah nabi Nuh as selama seribu tahun kurang lima puluh tahun (950 tahun) mendapatkan ejekan dan penolakan yang sangat keras dari kaumnya, bahkan dari istri dan anaknya. Berawal dari pembuatan gambar dan patung orang-orang shaleh untuk tujuan menambah aktivitas ibadah, penyimpangan pun berkembang menjadi penyembahan berhala.

Kesombongan dan tantangan mereka terhadap siksaan dan azab yang senantiasa disampaikan nabi Nuh as pun dijawab oleh Allah SWT. Hujan lebat dan semburan mata-mata air dari dalam bumi menimbulkan bencana air bah yang dahsyat. Kaum yang semula mengejek dan menghina nabi Nuh as pun tenggelam. Termasuk Kan’an, anak nabi Nuh as yang tidak mau beriman kepada Allah SWT.

Nabi Nuh as dan para pengikutnya yang beriman diselamatkan Allah SWT dalam sebuah bahtera besar, yang juga mengangkut berjenis-jenis hewan berpasangan, hingga berlabuh di atas gunung tinggi (Judi).

Sejumlah penelitian menuliskan banjir besar pada zaman Nabi Nuh as telah menenggelamkan wilayah Irak, Iran, dan Turki serta telah menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk bumi dari selatan ke utara. Eksplorasi lain menemukan material yang menyerupai perahu tertimbun di Jazirah Ibnu Umar, bagian timur Turki. Ditemukan di atas ketinggian 7000 kaki dari permukaan laut (1.134 m), perahu dengan panjang 137,1 meter, lebar 22,85 meter, dan berusia lebih dari 100.000 tahun ini dikatakan sebagai bahtera Nabi Nuh As. Sebuah penemuan terbesar di dunia, setelah penemuan mumi Fir’aun.